Selasa, 26 Mei 2009

Problematika Anak Remaja


PROBLEMATIKA ANAK REMAJA

86 % Penghuni penjara didunia, telah memulai karier negatifnya sejak usia mereka 12 tahun ( Monterdue, 2004 ).

Prilaku negatif anak remaja akan tersembunyi secara rapi dibalik norma yang berlaku didalam keluarga mereka.

Mereka bisa saja tampak tenang dan stabil dirumah, namun sangat agresif diluar rumah atau sebaliknya ... mereka bisa tampak nakal dan agresif di rumah, namun sangat stabil dan tenang diluar rumah.

" Healthscoutnews 2006 " : 97 % wanita perokok di Amerika mulai merokok sejak usia mereka 12 - 15 tahun.

Robert Kiyushaki, seorang motivator bisnis terkenal didunia merasa mulai karier profesinya sejak ia berusia 11 tahun.

Donald Trump, telah mengawali dunia usahanya ketika ia berusia 12 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Bussiness News tahun 2002, telah menemukan bahwa; hampir sebagian besar pengusaha yang berhasil di benua eropa, asia dan amerika telah mengawalinya ketika mereka berusia 10 - 14 tahun.

Julius Robert Oppenheimer, penemu Bom Atom telah memulai penyelidikannya sejak ia berusia 11 tahun.

Vilfredo Pareto, penemu Diagram Pareto sudah gemar membuat pemetaan dan grafik sejak usia 10 tahun.

Pada tanggal, 22 april 1915 satu jam setelah ia merayakan ulang tahunnya, ia dimaki-maki ayah dan ibunya karena bermain-main dengan kereta bayi dan dinamit.

Masalahnya ......

"Hanya 8% anak remaja yang benar-benar bisa belajar di rumah mereka"

"13% anak remaja mengalami gangguan kinaestetik dan konsentarsi belajar akibat ketidak-seimbangan kerja hemisphere".

Beberapa tokoh terkenal :

· Kris Dayanti

· Susilo Bambang Yudoyono

· Kris Watimena

· Shanti Manohutu

· Tukul Arwana

· Subronto Laras

· Mashushita

Hampir sebagian besar perubahan kehidupan anak-anak remaja disebabkan oleh kekecewaan yang dialaminya.

Jadi bukan karena ia cerdas atau tidak cerdas

Kekecewaan sosial remaja :

· 11% akibat konflik dengan teman sebaya

· 4% akibat konflik dengan guru sekolah

· 84% akibat konflik dengan orang tua mereka

· 1% oleh lainnya

Itu berarti bahwa :

· 11% akibat konflik dengan teman sebaya

· 88% akibat konflik dengan orang dewasa disekitarnya

· 1% akibat hal lainnya

Ada Apa Dengan Orang Dewasa ?

Beberapa pelanggaran orang dewasa menurut anak remaja :

Pertama :

Orang dewasa selalu ingin menguasai anak remaja.

Kedua :

Orang dewasa selalu menganggap anak remaja sebagai anak yang masih kecil.

Ketiga :

Orang dewasa lebih senang mencela/mengkritik dari pada mensupport pada anak remaja.

Keempat : Orang dewasa sering menarik kembali hak yang telah diberikan kepada anak remaja.

Kelima :

Orang dewasa lebih cepat emosi, dan mau menang sendiri ketika berdiskusi dengan anak remaja.

Keenam :

Masih banyak lagi, dan tidak terhitung jumlahnya.

Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya ?

1. Harus adanya pendidikan bagi mereka yang menekankan pada Pendidikan Watak & Kepribadiannya.

2. Harus adanya usaha yang besar dari orang tua / orang dewasa untuk Menanamkan Moralitas & Keyakinan Beragama pada anaknya.

3. Harus didorong & dibina tumbuhnya Tanggung Jawab Sosial pada anak, sesuai dengan Fase Perkembangannya.

Kemudian harus bagaimana tahapan-tahapannya ?

Selidiki....

Amati....

& Pikirkanlah....

Pendidikan Nasional Masih Sentralistik


Perubahan demi perubahan terus terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tahun pelajaran 2006/2007, Depdiknas meluncurkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau akrab disebut kurikulum 2006. KTSP memberikan kebebasan kepada setiap sekolah untuk mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi masing-masing sekolah dan potensi daerah sekitar.

Desentralisasi pendidikan merupakan terobosan besar dalam pembangunan bangsa yang selama ini memakai paradigma top-down berubah menjadi memakai paradigma bottom-up. Sesuai dengan PP No.25 tahun 2000 maka sejumlah kewenangan dalam bidang pendidikan yang selama ini berada di pusat akan dilimpahkan kepada institusi penyelenggara pendidikan dalam bingkai pemerintah daerah dan sekolah, termasuk dalam hal pengembangan kurikulum sekolah yang sekarang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kini sekolah secara penuh memiliki otonomi dalam mengembangkan pendidikan. sekolah diizinkan untuk menyusun sendiri kurikulum yang akan diajarkan, tentunya tetap berdasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Depdiknas. Sekolah dapat memilih kurikulum mana yang sekiranya dibutuhkan di sekolah dapat di jalankan dengan keleluasaan. Begitu juga proses pembelajarannya dapat dilakukan sesesuai kebutuhan.

Namun, disamping proses desentralisasi yang ada saat ini, hal yang menarik adalah, di satu sisi pihak sekolah diberi kebebasan mengembangkan kreativitasnya dalam mengelola sekolah, baik menejemen maupun kurikulumnya, namun di sisi lain untuk masalah menentukan kelulusan siswanya masih tetap sentralisik. UN tetap menjadi tahapan yang harus dilewati siswa yang berasal dari berbagai sekolah yang telah menyusun sendiri kurikulumnya dan menentukan sendiri muatan materi dan kedalaman materi pokoknya. Tentu saja hal tersebut mengidentifikasikan bahwa KTSP digarap dengan kurang integral. KTSP yang berorientasi pada sekolah, berbeda dengan UN yang sentralistik. Disini Terjadi disintegrasi antara Otonomi Pendidikan dalam penyusunan kurikulum dan Sentralisasi pendidikan dalam hal kelulusan.

Alasan pemerintah untuk tetap melaksanakan UN adalah menjalankan amanat PP nomor 19 tahun 2005. padahal dengan tetap dilaksanakannya UN disekolah, berarti pemerintah masih menggunakan sistem Pendidikan yang Sentralistik. Disinilah terjadi ambivalensi antara sentralistik dan disentralistik dalam dunia pendidikan Indonesia.

Dengan masih diberlakukannya UN, sekolah tidak lagi memperhatikan bagaimana membentuk kultur sekolah (school culture) yang memiliki komitmen untuk memelihara nilai-nilai unggul (living values) yang menjadi spirit, acuan, dan iklim kehidupan bagi guru, murid, maupun karyawan. Kalau yang dimenjadi target siswa adalah kelulusan dengan nilai bagus dan mendapatkan ijazah, tanpa memperhatikan niulai-nilai proses belajar, maka sekolah tidak lagi memiliki visi kebangsaan dan komitmen kemanusiaan serta etos keilmuan yang kuat.

Masalah Pendidikan di Indonesia


MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yg sebenarnya sudah cukup baik) di Indonesia yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru berkompetensi untuk mengajar di daerah-daerah.Sebenarnya kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai.

Sistem pendidikan yang sering berganti-ganti, bukanlah masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal. Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yang belajar. Hal ini terkait terbatasnya dana pendidikan yang disediakan pemerintah.

Banyak sekali kegiatan yang dilakukan depdiknas untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi tindak lanjut yang tidak membuahkan hasil dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi. Jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya, tanpa memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh.

Jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk dibenahi kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Maka pendidikan Indonesia sulit untuk maju. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yg berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi, kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa pendidikan akan membaik jika gurunya berkompetensi dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.

Adanya biaya pendidikan yang mahal, menyulitkan sebagian masyarakat Indonesia yang kurang mampu. Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya anak-anak Indonesia yang terancam putus sekolah. Oleh karena itu, sangat lah di perlukan peningkatan dana pendidikan di Indonesia agar dapat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu melalui program beasiswa, orang tua asuh, dan dapat juga dengan pembebasan biaya pendidikan.

Pendidikan Usia Dini yang Baik Landasan


PENDIDIKAN USIA DINI YANG BAIK LANDASAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN MASA DEPAN

Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.

Kesadaran akan pentingnya PAUD cukup tinggi di negara maju, sedangkan di Indonesia baru berlangsung pada  10 tahun yang lalu, dan hingga pada saat ini belum banyak disadari masyarakat begitu juga praktisi pendidikan

. Martin Luther (1483 - 1546)

Menurut Martin Luther tujuan utama sekolah adalah mengajarkan agama, dan keluarga merupakan institusi penting dalam pendidikan anak.

Pemikiran Martin Luther ini sejalan dengan tujuan madrasah (sekolah Islam) yaitu pendidikan agama Islam, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian integral dari agama Islam. Dengan demikian pendidikan di madrasah akan menghasilkan ulul-albaab (QS. 3 : 190 - 191), yaitu penguasaan iptek yang dapat digunakan dalam kehidupan dengan ahlak mulia, berdampak rahmatan lil alaminn, yang dijanjikan Allah akan ditingkatkan derajatnya (QS. 58 : 11).

. Jean - Jacques Rousseau (1712 - 1718)

Bukunya Du de 'education, menggambarkan cara pendidikan anak sejak lahir hingga remaja.

Menurut Rousseau: "Tuhan menciptakan segalanya dengan baik; adanya campur tangan manusia menjadikannya jahat (God make every things good; man meddles with them and they become evil).

Rousseau menyarankan "kembali ke alam" atau "back to nature", dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak yaitu : "naturalisme". Naturalisme berarti, pendidikan akan diperoleh dari alam, manusia atau benda, bersifat alamiah sehingga memacu berkembangnya mutu, seperti kebahagiaan, sportivitas dan rasa ingin tahu. Dalam prakteknya naturalisme menolak pakaian seragam (dress code), standarisasi keterampilan dasar yang minimum, dan sangat mendorong kebebasan anak dalam belajar.

Anak dibekali potensi bawaan (QS. 16 : 78) yaitu potensi indrawi (psikomotorik), IQ, EQ dan SQ. Semua manusia perlu mensyukuri pembekalan dari Allah SWT, dengan mengaktualisasikannya menjadi kompetensi.

. Johan Heindrich Pestalozzi (1746 - 1827)

Dalam bukunya "Emile" ia sangat terkesan dengan "back to nature". Ia mengintegrasikan kehidupan rumah, pendidikan vokasional dan pendidikan baca tulis. Pestalozzi yakin segala bentuk pendidikan adalah melalui panca indra dan melalui pengalamannya potensi untuk dikembangkan. Belajar yang terbaik adalah mengenal beberapa konsep dengan panca indra. Ibu adalah seorang pahlawan dalam dunia pendidikan, yang dilakukannya sejak awal kehidupan anak.

. Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852)

Froebel menciptakan "Kindergarten" atau taman kanak-kanak, oleh karena itu ia dijadikan sebagai "bapak PAUD". Pandangan Froebel terhadap pendidikan dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Ia menggunakan taman atau kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan wajar. Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi :

- Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam.

- Menyanyi dan kegiatan permainan.

- Bahasa dan Aritmatika.

Menurut Froebel guru bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum terencana dan sistematis.

Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.

. John Dewey (1859 - 1952)

John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.

Bandingkan pendapat Dewey tsb dengan sabda Rasulullah SAW "didiklah anak-anakmu untuk jamannya yang bukan jamanmu"

. Maria Montessori (1870 - 1952)

Sebagai seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak normal.

Tahun 1907 ia mendirikan sekolah "Dei Bambini" atau rumah anak di daerah kumuh di Roma. Metode Montessori adalah pengembangan kecakapan indrawi untuk menguasai iptek untuk diorganisasikan dalam pikirannya, dengan menggunakan peralatan yang didesain khusus. Belajar membaca dan menulis diajarkan bersamaan. Montessori berpendapat anak usia 2 - 6 tahun paling cepat untuk belajar membaca dan menulis. Kritik terhadap Montessori adalah karena kurang menekankan pada perkembangan bahasa dan sosial, kreatifitas, musik dan seni.

Ijtihad dengan hasil yang benar bernilai dua, apabila hasilnya salah nilainya satu, sedangkan taklid atau mengikuti bernilai nol, jadi berfikir kreatif itu dikehendaki oleh Allah SWT.

. McMiller Bersaudara

Rachel dan Margaret mendirikan sekolah Nursery yang pertama di London pada tahun 1911. sekolah ini mementingkan kreatifitas dan bermain termasuk seni.

. Jean Piaget (1896 - 1980)

Ilmuwan Swiss ini tertarik pada ilmu pengetahuan proses belajar dan berfikir, meskipun ia sendiri ahli dalam biologi. Menurut Piaget ada tiga cara anak mengetahui sesuatu :

Pertama, melalui interaksi sosial, Kedua, melalui interaksi dengan lingkungan dan pengetahuan fisik, Ketiga, Logica Mathematical, melalui konstruksi mental.

. Benjamin Bloom

Bloom (1964) mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu tertentu, yang menghasilkan taksanomi Bloom. Kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil PAUD. Pendapat ini dukung oleh Hunt yang menyatakan bahwa PAUD memberi dampak pada pengembangan kecerdasan anak selanjutnya.

. David Werkart

Metode pengajarannya menggunakan prinsip-prinsip :
- Memberikan lingkungan yang nyaman,
- Memberikan dukungan terhadap tingkah laku dan bahasa anak,
- Membantu anak dalam menentukan pilihan dan keputusan,
- Membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri dengan melakukannya sendiri.
Werkart mendirikan lembaga High Scope Education (1989).


Layanan bagi Anak Usia Dini

Anak usia dini meliputi usia 0 - 6 tahun. Pada usia 0 - 2 tahun pertumbuhan fisik jasmaniah dan pertumbuhan otak dilakukan melalui yandu (pelayanan terpadu) antara Depertemen Kesehatan, Depsosial, BKKBN dan Depdiknas. Dalam program PAUD, diharapkan Depdiknas menjadi "Leading Sector".

Pada usia 2 - 4 tahun layanan dilakukan melalui penitipan anak (TPA) atau Play Group. Pada usia 4 - 6 tahun layanan dilakukan melalui Taman Kanak-kanak (TK - A dan TK - B).

Perkembangan Kepribadian dan Kognitif Anak Usia Dini

. Teori perkembangan Psikososial Erikson

Ada empat tingkat perkembangan anak menurut Erikson, yaitu :

Pertama, usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust Vs mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.

Kedua, usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy Vs shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua/guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila guru tidak sabar, banyak melarang anak, menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Jangan membuat anak merasa malu.

Ketiga, usia 4 - 5 tahun, yaitu Inisiative Vs Guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Guru dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak (ingat metode Chaining nya Gagne), maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyakan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.

Keempat, usia 6 - 11 tahun, yaitu Industry Vs Inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, guru maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual, dan kurang percaya diri.

. Teori perkembangan Konitif Piaget

Ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak menurut piaget, yaitu :

Pertama, tahap sensori motorik (usia 0 - 2 tahun) anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.

Kedua, tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol, (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat ego centris, melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), yaitu melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.

Ketiga, tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berfikir yang bersifat kongkrit belum abstrak.

Keempat, tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berfikir abstrak.

Kurikulum PAUD

Kurikulum TK dikembangkan berdasarkan integrated curriculum (kurikulum terintegrasi) dengan pendekatan tematik. Kurikulum diorganisasikan melalui suatu topik atau tema. Katz dan Chard (1989) yang dikutip oleh Soemiarti Patmonodewo (2003) menetapkan kriteria untuk memilih tema yaitu: ada keterkaitannya, kesempatan untuk menerapkan keterampilan, kemungkinan adanya sumber, minat guru.

Bahan-bahan untuk mengembangkan tema antara lain :
a) Lingkungan anak seperti : rumah, keluarga, sekolah, permainan, diri sendiri.
b) Lingkungan : kebun, alat transportasi, pasar, toko, museum.
c) Peristiwa : 17 Agustus, hari Ibu, upacara perkawinan.
d) Tempat : Jalan raya, sungai, tempat bersejarah
e) Waktu : jam, kalender, dan sebagainya.

Program PAUD

. Day Care atau TPA (Taman Penitipan Anak), yang berfungsi sebagai pelengkap pengasuhan orang tua. TPA dirancang khusus dengan program dan sarananya, untuk membantu pengasuhan anak selama ibunya bekerja. Pengasuhan dilakukan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual, emosional dan sosial anak. TPA di Indonesia sudah berkembang dalam bentuk: TPA perkantoran, TPA perumahan, TPA industri, TPA perkebunan, TPA pasar. Sekarang banyak bermunculan TPA keluarga, yang diselenggarakan di rumah-rumah.

. Pusat pengembangan anak yang terintegrasi yang memberikan pelayanan perbaikan gizi dan kesehatan dengan tujuan peningkatan kualitas hidup anak. Di Indonesia dikenal dengan nama Posyandu (pos pelayanan terpadu) yang memberikan pelayanan makanan bergizi, imunisasi, penimbangan berat badan anak, layanan kesehatan oleh dokter, pemeriksaan kesehatan keluarga berencana. Pelatih dan pelaksana semuanya relawan yang sebelumnya mendapat pelatihan.

. Pendidikan Ibu dan Anak

Yang menjadi tujuan adalah pendidikan ibu yang memiliki balita, dalam hal pendidikan dan pengasuhan anak.

Pola pendidikan seperti ini berkembang menjadi HIPPY (Home Instruction Programme for Preschool Youngster) di Israel Pendidikan orang dewasa dengan pendekatan kelompok juga dilaksanakan oleh Indonesia, Cina, Jamaica, dan Kolumbia.

Di Indonesia dikenal dengan program Bina Keluarga Balita, yang dikoordinasikan oleh Meneg Urusan Peranan Wanita dan BKKBN dengan bantuan UNICEF, yang dilaksanakan sejak 1980.

. Program Melalui Media

Media yang digunakan bisa media cetak, TV, Radio, dan Internet. Tahun 1980 Venezuela program dengan media dikenal sebagai "Project to Familia", dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan anak sejak lahir hingga usia 6 tahun, yang diberikan kepada Ibu. Program melalui TV saat ini bisa mengangkat jauh ke pelosok desa.

. Program "Dari Anak Untuk Anak"

Pengasuhan adik oleh kakaknya terjadi secara spontan. Kakaknya diajarkan tentang pentingnya vaksinasi, gizi, dab bagaimana mendorong adik untuk berbicara, mengajak bermain, dan menyuapi adik, yang kemudian dipraktekkan dirumah. Pola ini punya beberapa keuntungan antara lain yaitu :

- Si Kakak, telah mendapatkan keterampilan untuk menjadi orang tua dengan pola pengasuhan anak yang baik.

- Si Kakak ini bisa menularkan keterampilannya kepada teman sebayanya.

- Keterampilan si kakak tadi dapat diterapkan dilingkungannya.

Program ini dilakukan di sekolah formal dengan bekerja sama dengan pusat kesehatan, BKKBN, Departemen sosial dan pramuka. Program ini untuk pertama kalinya dilakukan di London.

. "Head Start" di Amerika

Tujuan "Head Start" adalah untuk memerangi kemiskinan, dengan cara membantu anak-anak untuk mempersiapkan mereka memasuki sekolah. Head Start memberikan sarana pendidikan, sosial, kesehatan, gigi, gizi dan kesehatan mental anak-anak yang berasal dari keluarga miskin.

. Taman Kanak-kanak atau Kindergarten

TK merupakan buah fikiran Froebel dari Jerman, melalui konsep belajar melalui bermain yang berdasarkan minat anak, dimana anak sebagai pusat (child centered). Pola belajar sebelumnya adalah teacher centered seperti yang dilaksanakan di Amerika dengan menitikberatkan pada mata pelajaran.

The Nebraska Department of Education di Amerika memberikan saran tentang bentuk TK yang baik yaitu :

- Ada kerjasama sekolah dan orang tua dalam memberi pengalaman belajar bagi anak.

- Pengalaman anak hendaknya dirancang untuk terjadi exploration and discovery, tidak hanya duduk dengan kertas diatas meja.

- Anak belajar melalui alat permainan.

- Anak belajar menyukai buku dan bahasa melalui kegiatan bercerita dengan bahasanya sendiri.

- Anak melakukan kegiatan sehari-hari melatih motorik kasar dan halus, dengan berlari, melompat, melambung bola, menjahit, kartu, bermain dengan lilin,

- Anak berlatih mengembangkan logika matematika, dengan bermain pasir, unit balok, alat bantu hitung, .

- Anak berlatih mengembangkan rasa ingin tahu tentang alam, melalui pengamatan percobaan dan menarik kesimpulan.

- Anak mengenal berbagai irama musik dan alatnya.

- Anak berlatih menyukai seni.

Semua kegiatan TK dirancang untuk mengembangkan self image yang positif, serta sikap baik pada teman dan sekolah; dengan bermain sebagai media belajar.

Beberapa Model Penyelenggaraan TK

Pengasuhan bagi anak-anak dapat dilakukan secara home based atau center based. Ada tiga model center based.

a) Model Montessori

Untuk pertama kalinya, sekolah model Montessori didirikan pada tahun 1907 di Breka di Italia, dan beberapa tahun kemudian berkembang di Eropa.

Beberapa filsafat Montessori dalam belajar yaitu :

- Absorbent minds (ingatan yang meresap)

- The prepared environment (limgkungan yang dipersiapkan).

- Sensitive period (periode sensitive)

Alat-alat yang digunakan dalam pendidikan model Montessori terbagi dalam empat kelompok, yaitu:

- Alat pengembangan keterampilan, untuk menumbuhkan disiplin diri, kemandirian, konsentrasi dan kepercayaan diri.

- Alat pengembangan fungsi sensoris untuk memperhalus fungsi indra.

- Alat pengembangan akademis, seperti huruf-huruf yang bisa ditempelkan di papan.

- Alat pengembangan artistik yang berorientasi pada budaya, agar anak belajar menyukai dan menghargai musik, belajar seni dan keselarasan musik.

Dalam model Montessori, anak bebas memilih aktifitas, yang berhubungan dengan "auto - education" dimana anak harus mendidik diri sendiri tanpa di dikte guru.

Secara keseluruhan, menurut American Montessori Society (1984), tujuan pendidikan Montessori adalah :

- Pengembangan konsentrasi,

- Keterampilan mengamati,

- Keselarasan memahami tingkatan dan urutan,

- Koordinasi kesadaran dalam melakukan persepsi dan keterampilan praktis.

- Konsep yang bersifat matematis,

- Keterampilan membaca dan menulis,

- Keterampilan berbahasa,

- Terbiasa dengan kesenian yang kreatif,

- Memahami dunia alam lingkungan,

- Memahami ilmu sosial,

- Berpengalaman dalam menyelesaikan masalah

b) Model Tingkah Laku

Model ini didasarkan atas teori John B. Watson, E Thorn dan B.F Skinner, yang meyakini bahwa tingkah laku dapat dibentuk dengan "stimulus" dan "respons", dan "operant conditioning". Tingkah laku dikontrol oleh "reward" dan "punishment". Model ini kurang memperhatikan pengembangan fisik dan emosi, karena mereka berpendapat bahwa anak akan memperoleh "Self Esteem" apabila anak berhasil dalam prestasi intelektualnya.

c) Model Interaksionis

Model ini didasari oleh teori Piaget, contohnya adalah program "The High Scope" yang dikembangkan oleh David Weikart, "Educating the Young Thinker" yang dikembangkan oleh Irvan Siegel dalam "Piaget of Early Education" yang dikembangkan oleh Contance Kamii dan Rheta Devries.

Menurut Piaget, belajar adalah proses yang didasarkan atas "Intrinsic Motivation". Kemampuan berfikir tumbuh hingga tahapan berfikir abstrak dan logis.

Tujuan model ini adalah untuk menstimulasi seluruh area perkembangan anak, baik fisik, sosial, emosional maupun perkembangannya kognitif, yang kesemuanya dianggap sama pentingnya.

Kamii dan Devries (1979) menyatakan bahwa pendidikan harus bertujuan jangka panjang, suatu perkembangan dari seluruh kepribadian, intelektual dan moral.

Piaget menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyiapkan manusia yang mampu membuat sesuatu yang baru, kreatif, berdaya cipta, nalar dengan baik, kritis, dan bukan hanya mengulangi dan meniru sesuatu yang telah terjadi dahulu.

Bermain Sebagai Proses Belajar

Bermain merupakan proses pembelajaran di TK, yang berupa bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bermain yang diarahkan. Bentuk-bentuk bermain antara lain bermain sosial, bermain dengan benda dan bermain sosio dramatis.

Bermain sosial terdiri dari bermain seorang diri (solitary play), bermain dimana anak hanya sebagai penonton (onlooker play), bermain paralel (parallel play), bermain asosiatif (associative play) dan bermain kooperatif (cooperative play).

Perkembangan Tingkah Laku dan Bermain

Bayi bermain dalam tingkat sensori motoris, dengan menjelajahi benda dan manusia yang ditemuinya, dan menyelidikinya. Pada akhir usia satu tahun ia mulai bermain dengan Ciluk - Ba. Kemudian ia bermain dengan menggunakan alat, dan pada usia menjelang sekolah ia bermain konstruktif, dengan benda dan beberapa aturan. Anak usia 3 tahun dapat bermain dengan berperan sebagai keluarga. Anak bisa bermain dengan peraturan, pada usia 7 - 12 tahun dan menunjukkan bahwa ia berada pada tahap kongkrit operasional.

Hubungan Orang Tua dan PAUD

Orang tua merupakan guru yang pertama bagi anak-anaknya. Apabila ada kerjasama antara orang tua dan anak akan menghasilkan :

- Peningkatan konsep diri pada orang tua dan anak,

- Peningkatan motivasi belajar, dan

- Peningkatan hasil belajar.

Keterlibatan orang tua, ada tiga kemungkinan, yaitu :

- Orientasi pada tugas.

- Orientasi pada proses.

- Orientasi pada perkembangan.

Komunikasi antara sekolah dengan orang tua bisa bersifat komunikasi resmi atau tidak resmi, kunjungan ke rumah, pertemuan orang tua, dan laporan berkala.

Permasalahan Pendidikan Sekarang Ini


PERMASALAHAN PENDIDIKAN SEKARANG INI

Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tecermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Berbicara tentang anggaran pendidikan ini memang sangat dilematis. Dalam kenyataannya, permasalahan utama sebenarnya bukan pada nilai anggaran saja. Hal ini terbukti bahwa meskipun anggaran kita kurang dari angka 20 persen dari APBN. Tetapi dalam hal ini pemerintah berusaha menaikkan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun. Pertanyaannya adalah bahwa, apakah kenaikan anggaran itu telah dapat mendongkrak pencapaian hakikat penyelenggaran pendidikan itu sendiri? Belum lagi adanya berbagai penyalahgunaan anggaran pendidikan, mulai dari masih maraknya pungutan liar dari tingkat perguruan tinggi sampai dengan penyelewengan dana BOS.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan angaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pingiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Ada beberapa masalah utama pendidikan kita saat ini yang perlu dicermati, yaitu rendahnya kualitas SDM pendidikan dan sistem pendidikan yang kita pakai. Banyaknya pelajar Indonesia masih belajar dalam taraf menghafal saja. Dimana hanya berbekal hafalan tidak membuat tambahnya suatu kecerdasan maupun tambahnya kedewasaan seseorang.Untuk mengatasi masalah itu, perlu usaha keras dari pelajar, pangajar, dan pemerintah sebagai pemegang berwenang dan mengelola dana. Bagaimana agar pelajar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki para anak didik melalui kendali dan kontrol dari guru. Sedangkan pemerintah sebagai penyedia sarana dan prasarana ada upaya agar tercukupi. Dengan buruknya sarana dan prasarana pendidikan dan kurikulum yang kurang efektif. Semua itu berasal dari hal yang terpisah-pisah, yaitu sistem pendidikan dan taraf kemampuan SDM pendidikan.Untuk meningkatkan alokasi dana pendidikan yang memadai dengan meletakkan pembangunan pendidikan sebagai perioritas pertama.

Selain itu dengan meningkatkan kesejahteraan dan penghargaan terhadap peran guru sebagai pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa. Posisi guru dan pendidik harus dihargai sebagai profesi yang mulia. Namun, peningkatan kesejahteraan guru ini tidak hanya meningkatkan gaji saja, melainkan pada saat yang sama mutu pendidikan harus lebih meningkat. Tanggung jawab sejauh mana kontrol guru terhadap murid, terhadap proses belajar mengajar. Apakah anak didik telah mampu menerima materi yang disampaikan hingga dapat bermanfaat sebagai bekal hidup dan matinya. Karena itu, sistem penggajian harus dikaitkan dengan peningkatan kinerja dan kepribadian pengajar.

Kesejahteraan faktor peningkatan mutu pendidikan


KESEJAHTERAAN FAKTOR PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

SUDAH menjadi pengetahuan umum bahwa mutu pendidikan di Tanah Air sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan itu. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, ujian akhir sekolah atau apa pun namanya untuk semua mata pelajaran berkisar pada rentangan 5 sampai 7 saja.

Berbagai hasil survei yang dilakukan oleh lembaga internasional juga menempatkan prestasi siswa Indonesia pada posisi bawah. Terakhir, hasil survei TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciencies Study) di bawah payung International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 untuk bidang matematika dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains dari 45 negara yang disurvei (Kompas, 22/12/2004). Bahkan, di Jawa Timur, dalam seleksi penerimaan calon pegawai negeri daerah yang diumumkan beberapa hari lalu dilaporkan banyak formasi yang tidak terisi karena tidak satu calon pun yang mengikuti ujian memenuhi nilai standar (passing grade) yang ditetapkan.

Saat ini, dari sekitar 2,7 juta guru ada 1,7 yang belum terkualifikasi sarjana atau diploma 4. Dari jumlah itu, 1 juta guru mengajar di Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Sebanyak 723 ribu guru yang belum terkualifikasi berstatus guru swasta.

Pendidikan adalah aset berharga bagi setiap orang. Bahkan kualitas pendidikan sangat menentukan maju tidak sebuah daerah. Saat ini sektor pendidikan belum menjadi sektor utama perhatian pemerintah. Buktinya, masih banyak sekolah rusak, anak putus sekolah dan buta huruf. Pada tingkat SD hingga SMP, pemerintah telah mencanangkan program sekolah gratis. Terutama yang berada pada daerah pemukiman dan pinggiran kota. Hal ini dimaksudkan agar memberikan peluang bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat mengenyam pendidikan sama dengan masyarakat yang memiliki taraf hidup lebih tinggi. Selain itu adanya penambahan sekolah yang berada di pulau-pulau.

Ditingkat SMA, pemerintah melakukan terobosan melalui Sistem Sekolah Cerdas, melaksanaklan manajemen sekolah dengan basis teknologi informasi, peningkatan mutu saing keluaran siswa melalui ujian akhir yang dilakukan secara ketat dan beberapa upaya lainnya.

Sehubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan kita masih di bawah standar alias belum memenuhi harapan. Di balik semua upaya yang telah dilaksanakan, masih memiliki catatan-catatan yang masih perlu dibenahi. Kita bisa memulai dari proses mengajar di sekolah . Dimana keterlibatan guru sangat besar manfaatnya, termasuk penyediaan fasilitas belajar mengajar. Bicara mengenai kondisi guru, sekarang masih banyak yang belum memenuhi standar nasional yang menyebabkan kualitas murid juga kurang bagus. Belum lagi penyediaan sarana dan prasarana belum memadai seperti yang diharapkan. Misalnya banyak gedung sekolah yang kondisinya memprihatinkan. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dan harus segera dibenahi karena sangat mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan kita.

Komitmen pemerintah sebenarnya cukup kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah telah berupaya namun belum dapat mengangkat totalitas kinerja dan peningkatan pendidikan. Jika melihat secara parsial kondisi pendidikan sempat dibenahi tetap belum signifikan mengangkat kualitas pendidikan.

Menurut Polling dalam Pendidikan Network pada tanggal 1Juni 2007 Mutu Pendidikan Disebut Sebagai Hal Utama Bagi Pendidikan Bagian Yang Mana?

Kurikulum / Silabus 31.56 % (107)

Jumlah Mata Pelajaran 0.88 % (3)

Kualitas Guru 28.02 % (95)

Sarana/Prasarana/Peraga 9.44 % (32)

Teknik Belajar/Mengajar 27.73 % (94)

Menurut Polling di atas berarti Kualitas guru mempengaruhi mutu pendidikan, bagaimana cara kita untuk meningkatkan mutu guru, itu yang menjadi PR bagi pemerintah kalau menginginkan pendidikan di Indonesia lebih maju dan tidak tertinggal dengan Negara lain.

Faktor Kesejahteraan

Faktor yang paling menonjol dan sering dituding sebagai biang keladi kelemahan sistem pendidikan adalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru. Benarkah? Sebenarnya terlalu sulit untuk menjawabnya. Karena dalam konteks pendidikan akan bersinggungan secara langsung dengan mentalitas penyelenggara dalam lembaga pendidikan. Benarkah jika dengan disejahterakannya para guru sudah dapat ditarik garis linear terhadap peningkatan kualitas pendidikan?

Mengukur Kinerja

Salah satu indikator keberhasilan bidang pendidikan adalah kemampuan dalam mengukur kinerja tenaga kependidikan. Benarkah dengan adanya peningkatan kesejahteraan, sebagaimana yang termaktub dalam UU Guru dan Dosen tersebut, para guru dan dosen dapat lebih meningkatkan kinerja. Atau jangan-jangan malah karena sudah terlalu "dimanjakan" maka akan semakin tidak menunjukkan kinerja yang baik. Pernyataan yang terakhir tentulah sangat tidak arif untuk disampaikan kepada para guru dan dosen yang secara kasat mata adalah pioner terdepan yang mengusung aspek moralitas bangsa. Merekalah yang menjadi garansi baik-buruknya moralitas anak bangsa ini ke depan.

Pendidikan Murah, Berkualitas Hak Masyarakat Indonesia


Pendidikan Murah, Berkualitas Hak Masyarakat Indonesia

Dunia pendidikan kita tidak pernah lepas dari masalah. Polemik demi polemik silih berganti muncul dan saling terkait. Awalnya muncul masalah nasib guru, kemudian muncul soal gedung sekolah yang rusak, dan akhirnya masalah kemampuan biaya sekolah menjadi persoalan serius di dunia pendidikan. Bahkan boleh dikata, soal biaya bisa menjadi persoalan utama dalam dunia pendidikan di Indonesia. Memang, permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah biaya pendidikan yang mahal dan sangat mempengaruhi mutu pendidikan. Akibat biaya pendidikan yang mahal, membuat masyarakat di bawah garis kemiskinan tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Padahal, pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar atau wajar sembilan tahun.

Jika masalah pendanaan itu tidak mendapat perhatian maka program wajar yang telah ditetapkan dipastikan tidak akan terealisasi. Banyak anak putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah mereka. Kecenderunganya, pemerintah kita dewasa ini kesulitan memberikan perhatian kepada masalah pendidikan. Apalagi banyaknya bencana alam dan musibah yang menimpa negeri ini membuat pemerintah harus mengencangkan ikat pinggang mengatur anggaran keuangannya. Sehingga harus ada yang menjadi korban dan salah satunya anggaran pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pendidikan nasional yang masih berada di bawah nilai anggaran yang diperlukan. Meski dalam UU Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan untuk anggaran pendidikan harus sebesar 20 persen dari total APBN.

Namun, saat ini alokasi anggaran pendirikan nasional baru direalisasi sekitar 14 persen dari nilai total APBN. Memang kondisi alokasi anggaran pendidikan nasional kita masih dalam taraf memprihatinkan. Ini dikarenakan adanya kenyataan anggaran yang seharusnya disalurkan ke sektor pendidikan namun justru diperuntukkan bagi sektor politik.

Kita memang sadar, masih banyak sektor-sektor lain yang harus diperhatikan oleh negara untuk diberi anggaran melalui kebijakan-kebijakan liberalisasi. Meski demikian, kebijakan yang dapat mendorong majunya dunia pendidikan seharusnya tetap diperioritaskan oleh pemerintah. Bila tidak, maka dunia pendidikan akan terus berada dalam krisis mutu dan jauh tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya. Mutu pendidikan di Indonesia harus ditingkatkan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Indonesia sudah tertinggal jauh dengan negara-negara tetangga dalam peningkatan mutu pendidikan dan harus bisa diatasi. Salah satu cara yang harus dilakukan oleh pemerintah tidak ada jalan lain hanya dengan meningkat anggaran belanja bagi pendidikan dalam APBN/APBD (berdasarkan UUD 45 dan UU No.20/2003) sebesar 20 persen. Sebetulnya prosentasi anggaran pendidikan tersebut masih jauh tertinggal dari anggaran pendidikan di luar negeri yang mencapai sebesar 40 persen. Dana pendidikan di negara asing itupun di luar gaji dan pendidikan kedinasan dan sumbangan dari pengusaha terutama untuk membiayai penelitian. Kalau demikian, alangkah kecilnya anggaran pendidikan kita.

Pendidikan yang baik, berkualitas dan murah menjadi salah satu dambaan masyarakat Indonesia di tengah dunia pendidikan kita yang tengah dalam krisis kepercayaan. Meski kini pemerintah mempunyai kebijakan dalam â?omenggratiskanâ? kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah negeri, namun pada kenyataannya masih banyak sekolah yang memungut uang kepada siswa dengan beragam alasan. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah membuat program study tour, menarik uang bimbingan tes, dan uang terkait dengan ujian akhir nasional.

Peningkatan mutu pendidikan sebetulnya hanya akan berhasil jika ditekankan adanya kemandirian dan kreativitas anak didik di sekolah bukanya dengan membuat segudang program ekstrakurikuler super ketat diluar tujuan pendidikan dengan biaya â?owahâ?. Suatu pendidikan dipandang bermutu diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional. Pendidikan dikatakan berhasil bila mampu membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UUD 45. Untuk itu, perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal. Mutu pendidikan akan lebih berhasil jika ditunjang fasilitas-fasilitas yang memadai dan peralatan yang lengkap untuk memudahkan dalam proses belajar mengajar. Disinilah yang paling layak dikatakan biaya sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Bukannya biaya mahal untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui berbagai program diluar sekolah yang diandalkan.

Evaluasi Program Pengajaran


EVALUASI PROGRAM PENGAJARAN

Program pengajaran merupakan suatu rencana pengajaran sebagai panduan bagi guru atau pengajar dalam melaksnakan pengajaran. Agar pengajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien, maka perlu kiranya dibuat suatu program pengajaran. Program pengajaran yang dibuat oleh guru tidak selamanya bisa efektif dan dapat dilaksanakan dengan baik, oleh karena itulah agar program pengajaran yang telah dibuat yang memiliki kelemahan tidak terjadi lagi pada program pengajaran berikutnya, maka perlu diadakan evaluasi program pengajaran.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah: Apakah yang dimaksud dengan evaluasi program? mengapa evaluasi program perlu dilaksanakan? Apakah yang menjadi objek atau sasaran dari evaluasi? dan Bagaimanakah cara melaksanakan evaluasi program?

Menurut Arikunto (1999: 290) "Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat keberhasilan program". Ada beberapa pengertian tentang program itu sendiri, diantaranya program adalah rencana dan kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Jadi dengan demikian melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan.

Yang menjadi titik awal dari kegiatan evaluasi program adalah keingintahuan penyusun program untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai atau belum. Jika sudah tercapai bagaimana kualitas pencapaian kegiatan tersebut, jika belum tercapai bagaimanakah dari rencana kegiatan yang telah dibuat yang belum tercapai, apa sebab bagian rencana kegiatan tersebut belum tercapai, adakah factor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan program tersebut.

Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai, yang menjadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan sebelumnya.

Sasaran evaluasi adalah untuk mengetahui keberhasilan suatu program. Sebagimana yang dikemukakan oleh Ansyar (1989: 134) bahwa ".evaluasi mempunyai satu tujuan utama yatu untuk mengetahui berhasil tidaknya suatu program" Guru adalah orang yang paling penting statusnya dala kegiatan belajar mengajar, karena guru memegang tugas yang amat penting, yaitu mengatur dan mengemudikan kegiatan kelas. Untuk membuat proses belajar mengajar lebih efektif maka tugas guru adalah menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk pembelajara. Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif tersebut perlu dirancang program pengajaran. Berhasil tidaknya suatu program pengajaran, tentu tidak bisa diketahui begitu saja, tanpa adanya evaluasi program. Oleh karena itu evaluasi program perlu dilaksanakan oleh guru dalam rangka mengetahui seberapa jauh proram pengajaran telah berlangsung atau terlaksana, dan jika terlaksana seberapa baik pelaksanaan program tersebut. Pendek kata, evaluasi program dilaksanakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari program pengajaran.

Dalam melakukan evaluasi program, apanya dari program yang dievaluasi?

a. Input
Siswa adalah subjek yang menerima pelajaran. Ada siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai. Setiap siswa mempunyai bakat intelektual, emosional, social yang berbeda. Oleh karena itu dalam pembuatan program pengajaran hendaknya guru juga perlu memperhatikan aspek-aspek individu tersebut. Secara umum, hal-hal yang ada pada siswa berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.

b. Materi atau kurikulum
Di Indonesia, kurikulum berlaku secara nasional karena kita menganut system sentralisasi. Meskipun penyusunan dan pengembangan kurikulum sekolah sudah dilakukan secara cermat dan melibatkan banyak pihak, namun tidak mustahil bahwa di lapangan masih juga dijumpai kelemahan dan hambatan. Wilayah Indonesia yang sedemikian luas mengandung keragaman yang tidak sedikit. Itulah sebabnya guru perlu dibekali dengan kemampuan untuk melakukan evaluasi program, termasuk mengevaluasi materi kurikulum. Sasaran yang perlu dievaluasi dari komponen kurikulum ini anatara lain, kejelasan pedoman untuk dipahami, kejelasan materi yang terantum dalam GBPP, urutan penyajian materi, kesesuaian antara sumber yang disarankan dengan materi kurikulum dan sebagainya.

c. Guru
Guru merupakan komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar. Guru adalah orang yang diberi kepercayaan untuk meciptakan suasana kelas yang kondusif untuk pembelajaran. Guru adalah manusia biasa yang mempunyai banyak keterbatasan. oleh karena itu untuk menutupi kelemahan guru perlu dilakukan pembinaan dan penataran dalmrangka melaksanakan pembelajaran

d. Metode atau pendekatan dalam mengajar
Berbeda dengan evaluasi terhadap kurikulum, evaluasi terhadap metode mengajar merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali tentang metode mengajar, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi kurikulum kepada siswa. Metode mengajar adalah cara-cara atau teknik yang digunakan dalam mengajar. Sedangkan strategi pembelajaran menunjuk kepada bagaimana guru mengatur waktu pemenggalan penyajian, pemilihan metoda, pemilihan pendekatan dan sebagainya.

e. Sarana
Komponen lain yang perlu dievaluasi oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar adalah sarana pendidikan, yanga meliputi alat pelajaran dan media pendidikan. Sebelum guru memulai kegiatan mengajar, bahkan sebelum atau sekurang-kurangnya pada waktu menyusun rencana mengajar, guru telah memilih alat yang kira-kira dapat membantu melancarkan dan memperjelas konsep yang diajarkan. Selain guru, mungkin siswa juga dapat dijadikan titik tolak dalam menentukan apakah sarana yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar sudah tepat. Mungkin saja pada waktu menentukan alat pelajaran guru berpikir bahwa pilihannya sudah tepat. Tetapi ternyata di dalam praktek pelaksanaan pengajaran, alat tersebut ternyata kurang atau sama sekali tidak tepat. Proses pengajarannya tidak menjadi semakin lancar, tetapi mungkin bahkan kacau balau. Apabila guru menjumpai dalam mengajar atau ketidak berhasilan siswa dengan nilai rendah-rendah, ia dapat mecoba mengadakan evaluasi terhadap sarana yang digunakan. Sasaran evaluasi yang berkenaan antara lain kelengkapannya, ragam jenisnya, modelnya, kemudahannya untuk digunakan, mudah dan sukarnya diperoleh, kecocokan dengan materi yang diajarkan, jumlah persediaan dibandingkan dengan banyaknya siswa yang memerlukan.

f. Lingkungan
Ada dua macam lingkungan, yaitu lingkungan manusia dan lingkungan bukan manusia. Yang dapat digolongkan sebagai lingkungan masukan lingkungan manusia bukan hanya bukan hanya kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai tata usaha di sekolah itu, tetapi siapa saja yang dengan atau tidak sengaja berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa. Sedangkan yang dimaksudkan dengan lingkungan bukan manusia adalah segala hal yang berada di lingkungan siswa yang secara langsung maupun tidak, berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Yang termasuk kategori lingkungan bukan manusia misalnya suasana sekolah, halaman sekolah, keadaan gedung dan sarana lain. Pengaruh lingkungan bukan manusia dapat positif maupun negative. Tatanan perabot kelas yang rapi dapat berpengaruh terhadap kesejukan suasana sehingga siswa dapat belajar dengan tenteram. Sebaliknya suasana yang gaduh di luar kelas dapat mengganggu konsentrasi siswa dan menyebabkan siswa tidak dapat seperti yang diharapkan.

Apabila guru ingin melakukan evaluasi program dengan lebih seksama, terlebih dahulu hendaknya menyusun rencana evaluasi sekaligus menyusun instrument pengumpulan data. Instrument pengumpulandat bisa berupa angket, pedoman wawancara, pedoman pengamatan dan lain sebagainya. Sebagai cara yang paling sederhana adalah menagadakan pendekatan terhadap peristiwa yang dialami sehari-hari di kelas.

Untuk mengevaluasi progam seorang guru tidak perlu dibebani secara sistematis sebagaimana layaknya seorang peneliti. Akan tetapi guru cukup membuat acuan singkat dan sederhana yang disusun dalm bentuk pertanyaan. Dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut guru akan memperoleh umpan terhadap apa yang dilakukan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan objek atau sasaran evaluasi program yang meliputi keenam aspek tersebut di atas.

Pengajaran dan pembelajaran adalah merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan oleh seorang guru. Agar program pengajaran yang telah dilaksanakan itu baik atau tidak perlu dilaksanakan suatu penilaian, yang sering dikenal dengan evaluasi program pengajaran. Evaluasi program pengajaran ini meliputi 1) Input (masukan), 2) materi atau kurikulum, 3) Guru, 4) Metode atau pendekatan dalam mengajar, 5) Sarana: alat pelajaran ata media pendidikan, 6) lingkungan.

Keterbelakangan Pendidikan Rakyat


Keterbelakangan Pendidikan Rakyat

Sebagai sebuah realitas yang tidak dapat ditawar-tawar Pendidikan meiliki peran yang teramat urgen bagi perkembangan pribadi manusia. Pendidikan berakar dari kata didik yang berarti mengarahkan ataupun membimbing. segala upaya yang diarahkan untuk mendidik ataupun membimbing seseorang merupakan bahagian dari upaya pendidikan. Senafas dengan itu Pendidikan tidak lepas dari beberapa komponen yang satu sama lain saling bertautan, jika satu dari mereka tidak ada maka proses pendidikan tidak akan mungkin terjadi. Komponen tersebut adalah :

Pendidik dan peserta didik, komponen tersebut merupakan bagian yang paling fundamen dari sebuah proses pendidikan. Seorang pendidik bertugas mengarahkan dan mentransformasi pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didiknya, guna mengarahkannya mencapai sesuatu yang bermakna. Dalam kaitan itu seorang pendidik dituntut untuk memiliki kualifikasi dan kompetensi akademis yang memadai, dalam Permendiknas Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam pasal 28 disebutkan bahwa, Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki tujuan pendidikan. Lebih lanjut dalam pasal 30 dijelaskan, seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran, kompetensi tersebut meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi propfesional dan kompetensi sosial (UU NO 20 tahun 2003).

Selaras dengan itu seorang Pendidik juga memiliki tanggungjawab yang cukup besar untuk mengetahui sejauh mana anak didiknya bersikap dan ber-afiliasi dengan teman - teman nya yang lain, dalam hal ini aspek Afektif menjadi harga mati dari sebuah proses pendidikan. walapun tetap harus memperhatikan ranah Kognitif dan Psikomotoriknya. Walaupun dalam prakteknya sering terjaid antithesis dalam wilayah Afektif dan Kognitif, yang terjadi adalah Pendidik seolah - olah menjadi orang yang paling berkuasa dikelasnya, komunikasi timbal balik tidak berjalan sebagaimana mestinya, penekanan aspek verbal menjadi tuntutan pendidik. Sehingga pencapaian Asessment hanya dilihat dari aspek skor dan nilai dari peserta didik.

Hal tersebut secara tidak langsung akan mematikan kreatifitas Peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perlu untuk di garis bawahi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi alamiah yang berbeda-beda yang jika dipaksakan terhadap sesuatu hal akan menganggu kejiwaannya. Artinya adalah memberikan mereka kebebasan untuk berkreatifitas dan menunjukan kemampuan terbaiknya merupakan uregensi seorang Pendidik.

Sejatinya, seorang pendidik mengarahkan peserta didik untuk lebih mengeksplorasi aspek afektifnya. Pembinaan mental dan sikap merupakan peran utama seoang pendidik yang harus benar-benar berfungsi dengan baik. Sehingga peserta didik akan tumbuh menjadi manusia yang sadar nilai dan mampu menempatkan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang Agung yang tidak berbuat sesuka hati dan menempatkan nilai dan moral diatas segalanya.

Sarana dan Prasana Pendidikan, tidak berbeda dengan komponen yang telah disebutkan di atas komponen ini juga teramat urgen dalam upaya mengembangkan proses pendidikan. Hal tersebut menyangkut dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik (UU No.20 tahun 2003).

Tanpa adanya sarana dan prasarana yang baik maka upaya pengembangan pendidikan tidak akan terjadi sebagaimana mestinya. Hal ini dapat terlihat ketika pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh dua tahun yang lalu. berapa banyak Sekolah - sekolah yang hancur dan berapa banyak sarana dan prasarana pendidikan yang hilang dan rusak parah, akibatnya para siswa tidak dapat melaksanakan proses pendidikan sebagaiamana mestinya kalaupun harus dipaksakan mereka hanya bisa bersekolah di tenda - tenda darurat ataupun di gedung-gedung sekolah yang sangat tidak layak. Hasilnya adalah ketika terjadi UAN pada tahun 2006 banyak dari anak - anak Aceh yang tidak lulus pada Ujian Akhir Nasional. Tidak hanya itu Gempa Bumi dan Tsunami Aceh juga berimbas kepada anak - anak Aceh yang kian terganggu mental dan kejiwaannya, diakibatkan stress maupun trauma yang berkepanjangan padahal potensi intelektual, emosionl dan kejiwaan merupakan potensi sarana dan prasarana yang sangat esensi bagi proses proses pendidikan.

komponen tersebut diatas merupakan hal yang sangat asasi bagi kemajuan pendidikan bangsa ini. Ketiganya harus menjadi perhatian Pemerintah jika tetap ingin mengembangkan dunia pendidikan di negara ini. Walaupun harus diakui secar jujur bahwa kian hari dunia pendidikan kita nyaris semakin tertinggal. Hal ini dibuktikan dengan jelas bagaimana mutu SDM Indonesia yang jauh dari harapan seperti dilaporkan oleh studi UNDP tahun 2000 yang menyatakan bahwa Human Development Indeks (HDI) Indonesia menempati urutan ke 109 dari 174 negara atau data tahun 2001 menempati urutan ke 102 dari 162 negara.

Hal tersebut semakin diperparah dengan tingkat kemiskinan yang semakin mengelembung, kehidupan masyarakat kumuh yang berbaris semeraut dipinggiran sungai malah semakin menngeliat, di beberapa daerah malah terkuak anak-anak balita yang menderita busung lapar, kelaparan terjadi dibeberapa daerah, bahkan beberapap penyakit menular juga bertubi-tubi menyerang Bangsa ini. Masyarakat semakin teperosok jauh kebelakang untuk kemudian meratap sedih terhadap sanak kelurga mereka yang tak berdaya. Alih-alih untuk meyekolahkan anak-anak mereka kejenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk menghidupi keluarga saja mereka tidak sanggup lagi.

Dan ini lah yang terjadi hari ini, betapa tidak Pendidikan seyogianya menjadi milik seluruh warga masyarakat tanpa terkecuali, malah seperti perjalanan panjang yang tanpa garis finish.

Imperialisme Pendidikan

Pasca Revolusi Francis, Inggris dan Beberapa Negara Eropa, istilah pembaharuan semakin sering terdengar. Istilah semacam Aufklarung, Renessaince, Revolusi bahkan istilah Imperialisme merupakan istilah yang cukup populer di mata Bangsa Barat. Bahkan kata-kata tersebut menjadi simbol pada setiap pergerakan dan aksi-aksi mereka (Baca:Barat). Salah satu istilah yang cukup populer adalah Imperialisme. Istilah imperialisme merupakan istilah yang digunakan untuk melakukan penjajahan ataupun suatu usaha untuk melakukan penyerangan baik dalam bentuk sosial, budaya, politik, militer, ataupun pendidikan terhadap wilayah yang dianggap sebagau objek lawan. Intinya adalah mempengaruhi, merusak, menjajakan, serta menjajah Negara lain adalah kata kunci imperialisme.

Imperialisme Pendidikan yang terjadi di Negara ini bukanlah barang baru, jauh-jauh hari bentuk penjajahan ini telah berlangsung lama dan rapi. Bangsa ini dihadapkan pada wajah dunia yang harus diikuti dan dituruti. Pendidikan seolah-olah milik mereka yang berkuaasa, pendidikan seolah-olah hanya milik mereka yang berlatar belakang kaya. Hal ini sejalan dengan ungkapan fakih Mnasour "Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, objektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran aliran positivisme". (Fakih Mansour, 1999:22).

Besarnya biaya pendidikan dari mulai tingkat Pendidikan Dasar, Menegah sampai Perguruan Tinggi begitu sungguh mengagumkan. Bayangkan saja untuk masuk kesekolah dasar yang cukup ternama orang-orang tua siswa dipungut beberapa rupiah, itu yang terjadi ketika setiap kali tahun ajaran baru dimulai. Begitu juga, Kenaikan biaya Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi) juga tidak main-main. Di privatisasinya beberapa Perguruan Tinggi Terkemuka semakin menjadi momok dan monster yang menyeramkan bagi para Anak-anak Bangsa ini yang hendak mengeyam kejenjang Pendidikan tinggi.

Istilah Privatisasi Perguruan Tinggi merupakan hal yang baru bergulir satu dasarwarsa terakhir ini. Beberapa Perguruan Tinggi ternama, semisal UI, UGM, ITB, UNPAD, USU dan beberapa Perguruan Tinggi ternama lainnya resmi menyatakan siap di Privatisasi, dan berubah statusnya menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara), bahkan untuk beberapa jurusan terkemuka semisal, Kedokteran pihak Rektorat dengan berani mematokan sekian ratus Juta untuk dapat diterima jika memang mereka benar-benar dari keluarga berada namun secara kemampuan Kognitif tidak sanggup memasukinya.

Digulirkannya Privatisasi Perguruan Tinggi Negeri cukup mendapat respon yang marak dari kalangan Mahasiswa, demonstrasi terjadi dimana-mana untuk menolak kebijakan itu. Namun apa lacur, Pemerintah tetap memprivatisasi Perguruan Tinggi yang dianggap mapan dengan beberapa alasan, diantara alasan-alasan itu adalah agar Perguruan Tinggi baik Dosen-dosen dan aparat Kampus semakin Profesional karena dalam hal ini Pihak Rektorat dapat kapan saja untuk memberhentikan Dosen-dosen yang tidak berkualitas.

Hal ini juga ditengarai untuk menghapuskan subsidi Pemerintah terhadap Perguruan Tinggi. Artinya Perguruan Tinggi Harus mampu untuk mencari dan mengembangkan Keprofesionalannya sendiri tanpa harus mengemis kepada Pemerintah.

Kebijakan Privatiasi tersebut seolah-olah menjadi solusi dan jawaban terhadap sekian persoalan pendidikan ditingkat Perguran Tinggi. Namun secepat itukah. Sudah layakah beberapa Perguruan Tinggi Negeri tersebut diprivatisasi. Apapun itu, bola telah menggelinding, aksi telah dilakukan, privatisasi telah terjadi. Lihat berapa banyak anak-anak pintar dan cerdas di negeri ini, dikarenakan tidak memiliki cukup dana terpaksa mengurungkan niatnya untuk Menagambil jurusan Kedokteran ataupun jurusan bergengsi lainnya.

Pendidikan Untuk Rakyat

Pendidikan memanusiakan kembali manusia Dari dehumanisasi struktural dan sistem sosial yang menindas begitulah ungkapan Paulo Freire yang hingga kini tidak akan pernah terlupakan. Pendidikan harus mampu menjadi penyelamat manusia dari ketertindasan, kemiskinan , kemelaratan dan Marginalisasi.

Upaya untuk memanusiakan manusia merupakan segmen utama dari Pendidikan. Dalam UU tentang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pada pasal 5 dijelaskan," bahwa setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Itu artinya setiap anak bangsa di Negeri ini memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan tanpa melihat latar belakang kehidupannya.

Dengan Pendidikan manusia hina menjadi bermartabat, bahkan dengan Pendidikan orang-orang Jahiliyah di masa Rasul, Muhammad SAW menjadi mulia. Hal itu tidak lepas dari didikan Muhammad SAW terhadap kondisi masyarakat Quraisy yang sangat Jahiliyah. Berawal dari sebuah rumah sederhana milik sahabat Nabi bernama Arkam inilah proses tarbiyah dimulai, hasilnya adalah betapa dari didikan Rasul, Muhammad SAW ini bermunculan orang-orang besar yang kemudian membesarkan Islam sampai kepenjuru Jazirab Arabiah dan Eropa.

Realitas Pendidikan yang kian mensubordinasi dan memarginalisasi masyarakat merupakan ancaman terhadap demokratisasi dan tujuan pendidikan. Sejatinya, masyarakat dapat mengeyam pendidikan sama dengan masyarakat mampu yang lain dikarenakan Pendidikan merupakan hak seluruh warga masyrakat. Kalaulah bangsa ini hendak bercermin, Bangsa Jerman dapat menjadi sample bagaimana mereka mampu mengelola pendidikan gratis di Negara itu. Walaupun gratis namun dalam tataran kualitas tidak perlu diragukan lagi. Kalaupun upaya untuk menggratiskan seluruh tingkatan Pendidikan tidaklah mungkin minimal pada jenjang pendidikan dasar tidak dipungut biaya (UU NO. 20 tahun 2003)

Sudah saatnya Pemerintah dan orang-orang yang berkompeten di Bidang ini melihat hal itu, memikirkan kembali pendidikan Rakyat yang kian terpuruk. Potensi penduduk Negara ini yang cukup besar merupakan sumber daya yang sangat potensial untuk mensuplai orang-orang yang berkualitas. Ragam cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan anak Rakyat ini dari kebodohan, ketertindasan, bahkan kejahiliyaan struktrual yang kian menggelayut, yang terpenting adalah kesungguhan Pemerintah dan Kearifan penguasa negeri ini untuk tidak melihat mereka semakin tertindas.

Penulis adalah Kordinator Bidang Pendidikan dan Sosial LSM KAN (Karisma Anak Negeri) Kota Medan Saya Asrul Nasution, S.Pd setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright).

ANAJEMEN PESERTA DIDIK dalam MENGHADAPI KREATIFITAS ANAK


Suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Perkembangan anak didik yang baik adalah perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental. Tidak ada satu aspek perkembangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu, teori kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh psikolog asal Amerika Serikat, Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkembangan anak didik yang bervariasi.

Penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran diberikan. Sebagai seorang manusia menjadi sebuah aksioma bahwa peserta didik mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai perbedaan yang ada pada diri mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan tradisional konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.

Salah satu cara dalam memecahkan masalah ini adalah pengelolaan pelayanan khusus bagi anak-anak yang punya bakat dan kreativitas yang tinggi, hal ini memang telah diamanatkan pemerintah dalam undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus".

Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.

Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.

Masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.

Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.

Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.

Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Dresses. Powered by Blogger