Sepanjang sejarah perkembangan pendidikan telah membuktikan, bahwa kemajuan pendidikan senantiasa berpengaruh terhadap perkembangan di bidang lain seperti bidang ekonomi, sosial, technologi, dan lain-lain. karena itu, negara yang memiliki kemampuan di bidang ekonomi dan technologi senantiasa terlebih dahulu maju dalam bidang pendidikan contohnya misalnya, negara Jepang, Amerika Serikat, Cina dan lain-lain.
Oleh karena itu tidak dapat kita pungkiri berbagai laporan hasil study baik yang berskala nasional, regional maupun internasional tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), mutu hasil pendidikan, dan Human Development Index (HDI) yang menunjukkan bahwa, kualitas SDM bangsa Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya termasuk negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailan. Kenyataan ini tentu telah membuka mata kita bahwa dunia pendidikan di Indonesia memiliki mutu yang sangat rendah. Menyadari akan hal tersebut, maka tuntutan akan perubahan kebijakan, seperti desentralisasi pendidikan, pola pendekatan managemen/pengelolaan dan kelembagaan pendidikan serta sistem pendidikan/kurikulum dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan menjadi suatu keharusan .
KONSEP KEBIJAKAN BIDANG PENDIDIKAN
1. Desentralisasi Pendidikan
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, perubahan yang signifikan juga telah terjadi dalam tataran konsep reformasi pendidikan yang mencakup perubahan pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Paradigma pengelolaan pendidikan yang sentralistik telah berubah menjadi desentralistik. Tanggung jawab pendidikan bergeser dari pemerintah pusat (meskipun bukan meniadakan samasekali) kepada pemerintah daerah. Dalam pengambilan keputusanpun, pemerintah daerah memegang peranan penting misalnya saja dalam menentukan kualitas serta kualifikasi guru yang diperlukan, kewenangannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Demikian pula penyusunan rencana, program dana pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali potensi dan memobilisasi sumber dana dari masyarakat di daerahnya.
2. Pendekatan Pengelolaan dan Kelembagaan Pendidikan
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, telah pula dikembangkan pendekatan pengelolaan sekolah yang sesuai dengan semangat otonomi di bidang pendidikan. Pendekatan yang baru kita kenal dengan istilah Managemen Berbasis Sekolah (MBS) ini adalah sebuah pendekatan yang semakin mendekatkan lingkungan dimana sekolah itu berada dengan sekolah itu sendiri. Pendekatan ini mengedepankan kebutuhan dan harapan masyarakat lokal untuk menjadi bagian yang penting dalam proses pendidikan di sekolah.
Di tingkat Daerah, untuk mendukung operasional pengelolaan sekolah dengan pendekatan School Base Managemen (managemen berbasis sekolah) ini secara kelembagaan dibentuk di tingkat daerah Dewan Sekolah dan di masing-masing sekolah di bentuk Komite Sekolah. Ke dua lembaga ini dari susunan personalianya adalah refrensentasi dari semua unsur (stakeholder) yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap jalannya proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dari sisi konsep pendekatan Pengelolaan dan konsep kelembagaan persoalan pendidikan sebenarnya sebagaimana yang saya istilahkan sudah merupakan sebuah mutiara yang sangat berkilauan.
3. Kurikulum (Sistem Pendidikan)
Sedangkan masalah sistem pendidikan (Kurikulum) nasional harus senantiasa memerlukan pembaharuan seiring dengan perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang begitu cepat. Karena sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang memproyeksikan antisipasi terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat pada masa yang akan datang. Oleh karena kualitas sistem pendidikan yang barometer kebehasilan pelaksanaannya hanya dapat diukur dari kualitas output (hasil)nya maka, tidak dapat dilihat pada saat dimulai pelaksanaannya , akan tetapi dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya pada saat hasilnya dikeluarkan minimal sekitar periode 3 s/d 6 tahun yang akan datang.
Demikian cepatnya perubahan tuntutan kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan global maka, Apabila sistem pendidikan disusun berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat saat ini, kemungkinan outputnya tidak akan memenuhi tuntutan masyarakat pada masa yang akan datang. Hal inilah yang terjadi di Indonesia selama ini, karena sebaik apapun konsep sistem pendidikan yang dikeluarkan apabila tidak mengandung antisipasi terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang, maka ia akan cepat menjadi out of date (usang). Sebenarnya bukanlah hal yang keliru apabila selama ini, setiap terjadi pergantian menteri akan akan diiringi perubahan bahkan penggatian kurikulum. Perubahan itu memang sudah seharusnya terjadi karena perkembangan global yang mempengaruhi perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat jauh lebih cepat dari proyeksi kurikulum itu sendiri.
Yang senantiasa menjadi persoalan dalam setiap perubahan sistem pendidikan adalah persoalan pemahaman secara merata di tingkat praktisi pendidikan yang sangat lamban, disebabkan karena setiap perubahan tidak diikuti dengan sosialisasi yang memadai, sehingga implementasinya di lapangan tidak bisa sempurna.. Konsekwensinya adalah kualitas lulusan (output quality) jauh dari pemenuhan tuntutan kebutuhan masyarakat, rendahnya klualitas outcome tercermin pada meningkatnya jumlah pengangguran (unemployment), image masyarakat terhadap setiap perubahan tersebut kurang menguntungkan.
Atas dasar pemikiran seperti di atas, saya melihat implementasi perubahan dengan dikenalkannya kebijakan baru yang kita kenal sekarang ini dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang berorientasi pada hasil belajar adalah sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan arus reformasi yang terjadi pada saat ini, tetapi juga mengandung rumusan kebutuhan di masa yang akan datang. Hanya saja bagaimana implementasinya di lapangan sangat bergantung pada adanya kemauan yang sungguh-sungguh (good will) dari pemerintah dan poemerintah daerah untuk benar-benar memperhatikan masalah pendidikan.
Dalam konteks lokal kurikulum ini memberikan keleluasan kepada setiap daerah untuk menentukan kualifikasi lulusan serta untuk mencapai mutu pendidikan yang diinginkan dengan caranya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi menutut setiap daerah untuk memahmi kebutuhannya sendiri di daerah. Demikian juga diperlukan standar kompetensi dasar lulusan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam konteks lokal, nasional dan global.
Kalau kita cermati konsep sistem pendidikan/kurikulum berbasis kompetensi ini, adalah sebuah sistem yang sangat maju, karena mampu mengakomodasi keanekaragaman kondisi lingkungan, budaya, etnis, dan mampu mengakomodasikan berbagai perbedaan siswa dalam hal potensi akademik, latar belakang sosial ekonomi, minat, bakat dan kegemarannya. Oleh karena itu konsep kurikulum ini dapat pula saya istilahkan sebagai sebuah konsep mutiara pendidikan yang cemerlang.
TINGKAT OPERASIONAL PENDIDIKAN
Keinginan untuk mewujudkan hasil pendidikan yang bermutu tentu saja tidak hanya ditentukan oleh adanya konsep kebijakan yang baik, konsep pendekatan dan kelembagaaan pendidikan yang bagus, dan konsep sistem pendidikan yang bagus pula, akan tetapi di tingkat praktis/operasional sangat dominan peranannya, bahkan di tingkat operasional inilah yang akan mewujudkan konsep itu menjadi bermakna atau tidak. Dalam tataran operasional kualitas proses sangat signifikan peranannya dalam menentukan mutu suatu pendidikan. Apabila prosesnya tidak berkualitas, betapapun bagus konsepnya maka, hasilnya akan kurang memenuhi standar mutu yang diharapkan.
KUALITAS PROSES
Untuk mewujudkan semua konsep kebijakan pendidikan yang menyangkut kebijakan desentralisasi pendidikan, pendekatan pengelolaan dan kelembagaan pendidikan serta sistem/kurikulum dapat menjadi bermakana adalah ujung tomabaknya pada tingkat proses pendidikan yang berkualitas . Dalam upaya mendukung pelaksanaan proses pendidikan yang berkualitas paling tidak ada tiga unsur yang sangat menunjang yaitu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), ketersediaan Sarana Prasarana/fasilitas yang memadai, dan Kemampuan finansial yang cukup.
A. Kualitas Sumber Daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia sangat menentukan misalnya dalam hal pola managemen kepemimpinan di sekolah, dan metode pengelolaan di dalam kelas (oleh guru). Kepemimpinan kepala sekolah haruslah dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah antar guru dan siswa. Guru yang profesional dan efektif dapat menajmin proses pemebelajaran menjadi berkualitas dan dapat mencapai keberhasilan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa, peranan guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran.
Hal tersebut sangatlah rasional, karena ketika terjadi proses belajar mengajar guru bisa melakukan apa saja yang dia kehendaki terhadap peserta didik. Guru yang profesional tentu tahu tugas dan tanggungjawabnya sebagai guru. Guru yang efektif akan selalu berupaya mencapai tujuan pemebelajaran yang sudah ditetapkannya.
Akan tetapi sebaliknya karena besarnya otoritas guru didalam kelas, jika ia tidak profesional dan tidak efektif Proses pembelajaran akan menjadi sia-sia. Bahkandia bisa mematikan kretifitas siswa dan menumpulkan daya nalar.
B. Sarana Prasarana/Fasilitas
Apabila sarana dan prasarana/fasilitas tidak tersedia, maka mustahil proses pembelajaran bisa berlangsung. Kualitas proses pembelajaran juga sangat ditentukan oleh ketersedian sarana dan prasarana yang memadai. Adanya gedung sekolah yang dilengakapi dengan fasilitas lain seperti tempat duduk, meja, laburaturium, sarana perpustakaan, buku/alat belajar dan lain-lain adalah sarana yang sangat dibutuhkan untuk sebuah keberhasilan dalam proses pendidikan.Semakin lengkap sarana belajar yang tersiedia semakin besar kemungkinan mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.
C. Kemampuan Finansial
Dana pendidikan juga sangat penting artinya untuk operasional, terutama dalam hal pengelolaan sekolah seperti pemeliharaan sarana dan fasilitas, gaji guru yang memadai, dan pembiayaan lain yang berkaitan dengan operasinal pendidikan.
Realitas menunjukkan tidak ada lembaga pendidikan (sekolah) yang memiliki kemampuan finansilal rendah menjadi sekolah favourit.
FAKTA-FAKTA BERBICARA LAIN
Persoalan yang masih terus terjadi ketika konsep mutiara pendidikan yang sangat cemerlang tersebut sebagai suatu pembaharuan dan perubahan dalam dunia pendidikan yang sangat esensi adalah dalam implementasinya. Kenyataannya hal itu sulit dapat diwujudkan, setidaknya karena pemahaman di tingkat praktisi (guru) dan pengawas pendidikan tentang konsep tersebut tidak kompehensif dan merata, dan hanya sebagian kecil saja yang bisa memahami dengan baik, bahkan di tingkat kepala sekolah pun belum dapat dipastikan semuanya sudah memahmi konsep tersebut. Konsep itu masih sebatas sebagai konsumsi ditingkat pejabat pendidikan, karena sosialisasinya sampai ke tingkat praktisi tidak cukup memadai.
Efektifitas penerapan konsep kebijakan baru dalam pendidikan ini, sangat bergantung kapada adanya 3 faktor berikut yaitu, political will (kemauan politik) pemerintah daerah, komitmen yang jelas dari pejabat pendidikan, pemahaman yang komprehensif serta kemauan untuk merubah kerangka berpikir yang sesuai dengan konsep kebijakan tersebut oleh para praktisi pendidikan di lapangan seperti kepala sekolah, pengawas pendidikan, guru, dsb.
Mengingat upaya penerapan konsep kebijakan tersebut secara efektif belum optimal dan menyeluruh, terutama indikasinya dapat dilihat dari sejauh mana ke tiga faktor tersebut diatas dapat tercermin dalam konsep pemikiran dan kebijakan para pejabat pendidikan dan prilaku para praktisi, maka saya dapat memastikan konsep itu dalam istilah saya hanyalah sebuah menara yang letaknya amat tinggi yang hampir mustahil akan dapat membumi. Karena itulah saya sebut sebagai Konsep Menara Mutiara Penidikan. Sebuah Konsep yang sangat cemerlang dan indah, namun hanya sebatas konsep yang masih berada dalam benak penguasa semata saat ini.
Meskipun masalah pendidikan sering menjadi sorotan para politisi, namun hanya sebatas sebagai komoditas politik yang selalu ditenteng sebagai bagian yang esensi dalam prgoramnya untuk menarik simpati masyarakat semata. Dan kenyataannya dunia pendidikan kita tidak pernah berubah secara komprehensif.
Oleh karena itu tidak dapat kita pungkiri berbagai laporan hasil study baik yang berskala nasional, regional maupun internasional tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), mutu hasil pendidikan, dan Human Development Index (HDI) yang menunjukkan bahwa, kualitas SDM bangsa Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya termasuk negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailan. Kenyataan ini tentu telah membuka mata kita bahwa dunia pendidikan di Indonesia memiliki mutu yang sangat rendah. Menyadari akan hal tersebut, maka tuntutan akan perubahan kebijakan, seperti desentralisasi pendidikan, pola pendekatan managemen/pengelolaan dan kelembagaan pendidikan serta sistem pendidikan/kurikulum dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan menjadi suatu keharusan .
KONSEP KEBIJAKAN BIDANG PENDIDIKAN
1. Desentralisasi Pendidikan
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, perubahan yang signifikan juga telah terjadi dalam tataran konsep reformasi pendidikan yang mencakup perubahan pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Paradigma pengelolaan pendidikan yang sentralistik telah berubah menjadi desentralistik. Tanggung jawab pendidikan bergeser dari pemerintah pusat (meskipun bukan meniadakan samasekali) kepada pemerintah daerah. Dalam pengambilan keputusanpun, pemerintah daerah memegang peranan penting misalnya saja dalam menentukan kualitas serta kualifikasi guru yang diperlukan, kewenangannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Demikian pula penyusunan rencana, program dana pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali potensi dan memobilisasi sumber dana dari masyarakat di daerahnya.
2. Pendekatan Pengelolaan dan Kelembagaan Pendidikan
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, telah pula dikembangkan pendekatan pengelolaan sekolah yang sesuai dengan semangat otonomi di bidang pendidikan. Pendekatan yang baru kita kenal dengan istilah Managemen Berbasis Sekolah (MBS) ini adalah sebuah pendekatan yang semakin mendekatkan lingkungan dimana sekolah itu berada dengan sekolah itu sendiri. Pendekatan ini mengedepankan kebutuhan dan harapan masyarakat lokal untuk menjadi bagian yang penting dalam proses pendidikan di sekolah.
Di tingkat Daerah, untuk mendukung operasional pengelolaan sekolah dengan pendekatan School Base Managemen (managemen berbasis sekolah) ini secara kelembagaan dibentuk di tingkat daerah Dewan Sekolah dan di masing-masing sekolah di bentuk Komite Sekolah. Ke dua lembaga ini dari susunan personalianya adalah refrensentasi dari semua unsur (stakeholder) yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap jalannya proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dari sisi konsep pendekatan Pengelolaan dan konsep kelembagaan persoalan pendidikan sebenarnya sebagaimana yang saya istilahkan sudah merupakan sebuah mutiara yang sangat berkilauan.
3. Kurikulum (Sistem Pendidikan)
Sedangkan masalah sistem pendidikan (Kurikulum) nasional harus senantiasa memerlukan pembaharuan seiring dengan perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang begitu cepat. Karena sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang memproyeksikan antisipasi terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat pada masa yang akan datang. Oleh karena kualitas sistem pendidikan yang barometer kebehasilan pelaksanaannya hanya dapat diukur dari kualitas output (hasil)nya maka, tidak dapat dilihat pada saat dimulai pelaksanaannya , akan tetapi dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya pada saat hasilnya dikeluarkan minimal sekitar periode 3 s/d 6 tahun yang akan datang.
Demikian cepatnya perubahan tuntutan kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan global maka, Apabila sistem pendidikan disusun berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat saat ini, kemungkinan outputnya tidak akan memenuhi tuntutan masyarakat pada masa yang akan datang. Hal inilah yang terjadi di Indonesia selama ini, karena sebaik apapun konsep sistem pendidikan yang dikeluarkan apabila tidak mengandung antisipasi terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang, maka ia akan cepat menjadi out of date (usang). Sebenarnya bukanlah hal yang keliru apabila selama ini, setiap terjadi pergantian menteri akan akan diiringi perubahan bahkan penggatian kurikulum. Perubahan itu memang sudah seharusnya terjadi karena perkembangan global yang mempengaruhi perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat jauh lebih cepat dari proyeksi kurikulum itu sendiri.
Yang senantiasa menjadi persoalan dalam setiap perubahan sistem pendidikan adalah persoalan pemahaman secara merata di tingkat praktisi pendidikan yang sangat lamban, disebabkan karena setiap perubahan tidak diikuti dengan sosialisasi yang memadai, sehingga implementasinya di lapangan tidak bisa sempurna.. Konsekwensinya adalah kualitas lulusan (output quality) jauh dari pemenuhan tuntutan kebutuhan masyarakat, rendahnya klualitas outcome tercermin pada meningkatnya jumlah pengangguran (unemployment), image masyarakat terhadap setiap perubahan tersebut kurang menguntungkan.
Atas dasar pemikiran seperti di atas, saya melihat implementasi perubahan dengan dikenalkannya kebijakan baru yang kita kenal sekarang ini dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang berorientasi pada hasil belajar adalah sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan arus reformasi yang terjadi pada saat ini, tetapi juga mengandung rumusan kebutuhan di masa yang akan datang. Hanya saja bagaimana implementasinya di lapangan sangat bergantung pada adanya kemauan yang sungguh-sungguh (good will) dari pemerintah dan poemerintah daerah untuk benar-benar memperhatikan masalah pendidikan.
Dalam konteks lokal kurikulum ini memberikan keleluasan kepada setiap daerah untuk menentukan kualifikasi lulusan serta untuk mencapai mutu pendidikan yang diinginkan dengan caranya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi menutut setiap daerah untuk memahmi kebutuhannya sendiri di daerah. Demikian juga diperlukan standar kompetensi dasar lulusan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam konteks lokal, nasional dan global.
Kalau kita cermati konsep sistem pendidikan/kurikulum berbasis kompetensi ini, adalah sebuah sistem yang sangat maju, karena mampu mengakomodasi keanekaragaman kondisi lingkungan, budaya, etnis, dan mampu mengakomodasikan berbagai perbedaan siswa dalam hal potensi akademik, latar belakang sosial ekonomi, minat, bakat dan kegemarannya. Oleh karena itu konsep kurikulum ini dapat pula saya istilahkan sebagai sebuah konsep mutiara pendidikan yang cemerlang.
TINGKAT OPERASIONAL PENDIDIKAN
Keinginan untuk mewujudkan hasil pendidikan yang bermutu tentu saja tidak hanya ditentukan oleh adanya konsep kebijakan yang baik, konsep pendekatan dan kelembagaaan pendidikan yang bagus, dan konsep sistem pendidikan yang bagus pula, akan tetapi di tingkat praktis/operasional sangat dominan peranannya, bahkan di tingkat operasional inilah yang akan mewujudkan konsep itu menjadi bermakna atau tidak. Dalam tataran operasional kualitas proses sangat signifikan peranannya dalam menentukan mutu suatu pendidikan. Apabila prosesnya tidak berkualitas, betapapun bagus konsepnya maka, hasilnya akan kurang memenuhi standar mutu yang diharapkan.
KUALITAS PROSES
Untuk mewujudkan semua konsep kebijakan pendidikan yang menyangkut kebijakan desentralisasi pendidikan, pendekatan pengelolaan dan kelembagaan pendidikan serta sistem/kurikulum dapat menjadi bermakana adalah ujung tomabaknya pada tingkat proses pendidikan yang berkualitas . Dalam upaya mendukung pelaksanaan proses pendidikan yang berkualitas paling tidak ada tiga unsur yang sangat menunjang yaitu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), ketersediaan Sarana Prasarana/fasilitas yang memadai, dan Kemampuan finansial yang cukup.
A. Kualitas Sumber Daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia sangat menentukan misalnya dalam hal pola managemen kepemimpinan di sekolah, dan metode pengelolaan di dalam kelas (oleh guru). Kepemimpinan kepala sekolah haruslah dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah antar guru dan siswa. Guru yang profesional dan efektif dapat menajmin proses pemebelajaran menjadi berkualitas dan dapat mencapai keberhasilan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa, peranan guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran.
Hal tersebut sangatlah rasional, karena ketika terjadi proses belajar mengajar guru bisa melakukan apa saja yang dia kehendaki terhadap peserta didik. Guru yang profesional tentu tahu tugas dan tanggungjawabnya sebagai guru. Guru yang efektif akan selalu berupaya mencapai tujuan pemebelajaran yang sudah ditetapkannya.
Akan tetapi sebaliknya karena besarnya otoritas guru didalam kelas, jika ia tidak profesional dan tidak efektif Proses pembelajaran akan menjadi sia-sia. Bahkandia bisa mematikan kretifitas siswa dan menumpulkan daya nalar.
B. Sarana Prasarana/Fasilitas
Apabila sarana dan prasarana/fasilitas tidak tersedia, maka mustahil proses pembelajaran bisa berlangsung. Kualitas proses pembelajaran juga sangat ditentukan oleh ketersedian sarana dan prasarana yang memadai. Adanya gedung sekolah yang dilengakapi dengan fasilitas lain seperti tempat duduk, meja, laburaturium, sarana perpustakaan, buku/alat belajar dan lain-lain adalah sarana yang sangat dibutuhkan untuk sebuah keberhasilan dalam proses pendidikan.Semakin lengkap sarana belajar yang tersiedia semakin besar kemungkinan mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.
C. Kemampuan Finansial
Dana pendidikan juga sangat penting artinya untuk operasional, terutama dalam hal pengelolaan sekolah seperti pemeliharaan sarana dan fasilitas, gaji guru yang memadai, dan pembiayaan lain yang berkaitan dengan operasinal pendidikan.
Realitas menunjukkan tidak ada lembaga pendidikan (sekolah) yang memiliki kemampuan finansilal rendah menjadi sekolah favourit.
FAKTA-FAKTA BERBICARA LAIN
Persoalan yang masih terus terjadi ketika konsep mutiara pendidikan yang sangat cemerlang tersebut sebagai suatu pembaharuan dan perubahan dalam dunia pendidikan yang sangat esensi adalah dalam implementasinya. Kenyataannya hal itu sulit dapat diwujudkan, setidaknya karena pemahaman di tingkat praktisi (guru) dan pengawas pendidikan tentang konsep tersebut tidak kompehensif dan merata, dan hanya sebagian kecil saja yang bisa memahami dengan baik, bahkan di tingkat kepala sekolah pun belum dapat dipastikan semuanya sudah memahmi konsep tersebut. Konsep itu masih sebatas sebagai konsumsi ditingkat pejabat pendidikan, karena sosialisasinya sampai ke tingkat praktisi tidak cukup memadai.
Efektifitas penerapan konsep kebijakan baru dalam pendidikan ini, sangat bergantung kapada adanya 3 faktor berikut yaitu, political will (kemauan politik) pemerintah daerah, komitmen yang jelas dari pejabat pendidikan, pemahaman yang komprehensif serta kemauan untuk merubah kerangka berpikir yang sesuai dengan konsep kebijakan tersebut oleh para praktisi pendidikan di lapangan seperti kepala sekolah, pengawas pendidikan, guru, dsb.
Mengingat upaya penerapan konsep kebijakan tersebut secara efektif belum optimal dan menyeluruh, terutama indikasinya dapat dilihat dari sejauh mana ke tiga faktor tersebut diatas dapat tercermin dalam konsep pemikiran dan kebijakan para pejabat pendidikan dan prilaku para praktisi, maka saya dapat memastikan konsep itu dalam istilah saya hanyalah sebuah menara yang letaknya amat tinggi yang hampir mustahil akan dapat membumi. Karena itulah saya sebut sebagai Konsep Menara Mutiara Penidikan. Sebuah Konsep yang sangat cemerlang dan indah, namun hanya sebatas konsep yang masih berada dalam benak penguasa semata saat ini.
Meskipun masalah pendidikan sering menjadi sorotan para politisi, namun hanya sebatas sebagai komoditas politik yang selalu ditenteng sebagai bagian yang esensi dalam prgoramnya untuk menarik simpati masyarakat semata. Dan kenyataannya dunia pendidikan kita tidak pernah berubah secara komprehensif.
0 komentar:
Posting Komentar